BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Perkembangan pendidikan islam di Indonesia antara lain
ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari
yang amat sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern.
Lembaga pendidikan islam telah memainkan fungsi dan perannya sesuai dengan
tuntutan masyarakat dan zamannya.
Perkembangan lembaga-lembaga
pendidikan tersebut telah menarik perhatian para ahli baik dari dalam maupun
luar negeri untuk melakukan studi ilmiah secara komprehensif. Kini sudah banyak
hasil karya penelitian para ahli yang menginformasikan tentang pertumbuhan dan
perkembangan lembaga-lembaga pendidikan islam tersebut. Tujuannya selain untuk
memperkaya khazanah ilmu pengetahuan yang bernuansa keislaman juga sebagai
bahan rujukan dan perbandingan bagi para pengelola pendidikan islam pada
masa-masa berikutnya.
Sebelum kita mengkaji lebih jauh tentang perkembangan
pendidikan islam di Indonesia, pantasnya kita mengkaji tentang sejarah masuknya
islam di Indonesia dan pendidikan pada masa permulaan. Di sini pemakalah
berusaha memaparkan tentang sejarah masuknya islam di indonesia dan pendidikan
islam pada masa permulaan sebagai awal dari perjalanan untuk mengkaji lebih
jauh tentang perkembangan pendidikan islam di Indonesia.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana proses awal masuknya islam
di Indonesia?
2.
Bagaimana keadaan pendidikan islam
pada masa permulaan?
C. Tujuan masalah
1. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana
proses awal masuknya islam di Indonesia
2. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana
keadaan pendidikan islam pada masa permulaan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masuknya islam di Indonesia
Sejak awal pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal
sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad
Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia
dengan berbagai daerah di daratan Asia tenggara.[1] Wilayah barat Nusantara dan
sekitar malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian,
terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang dan
menjadi daerah lintasan penting antara cina dan india. Sementara itu, pala dan
cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di jawa dan Sumatra untuk kemudian
dijual pada pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting disumatra dan jawa
antara abad I dan ke VII M sering disinggahi pedagang asing seperti, lamuri
(Aceh), barus dan Palembang di Sumatra, (sunda kelapa dan gresik di jawa).[2]
Pedagang-pedagang muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada
yang sampai ke kepulauan Indonesia untuk berdagang, sejak Abad ke- 7 M (Abad I
H), ketika islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka jauh sebelum
ditaklukkan portugis (1551), merupakan pusat utama lalu lintas perdagangan dan
pelayaran. Melalui malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok
Nusantara dibawa ke Cina dan India, terutama Gujarat, yang melakukan hubungan
dagang langsung dengan Malaka pada waktu itu. Dengan demikian, Malaka menjadi
mata rantai pelayaran yang penting.[3]
Ada induksi bahawa kapal-kapal Cina pun mengikuti jalan
tersebut sesudah abad-9 M, tetapi tidak lama kemudian kapal-kapal tersebut
hanya sampai dipantai Barat India karena barang-barang yang diperlukan sudah
dapat dibeli disini. Kapal-kapal Indonesia juga mengambil bagian dalam
perjalanan niaga tersebut. Pada zaman Sriwijaya, pedagang-pedagang Nusantara
mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Cina dan pantai Timur Afrika.
Menurut J.C van leur. Berdasarkan berbagai cerita perjalanan
dapat diperkirakan bahwa sejak 674 M ada koloni-koloni Arab di Barat Laut
Sumatra yaitu di Barus, daerah penghasil kapur barus terkenal.[4]
Dari berita Cina bisa diketahui bahwa dimasa Dinasti Tang (abad ke 9-10)
orang-orang Arab dan Persia, yang ketika itu jelas sudah menjadi Muslim.
Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara
negeri-negeri di Asia bagian barat dan Timur mungki8n disebabkan oleh kegiatan
kerajaan islam dibawah Bani Umayyah di bagian Barat dan kerajaan sriwijaya di
asia Tenggara. Akan tetapi menurut Taufik Abdullah. Belum ada bukti bahwa
pribumi Indonesia di tempat-tempat yang disinggahi oleh para pedagang muslim
itu beragama islam. Adanya koloni itu, diduga sejauh yang paling bias
dipertanggungjawabkan, ialah para pedagang arab tersebut hanya berdiam untuk
menunggu musim yang baik bagi pelayaran.[5] Baru pada zaman-zaman
berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk islam, bermula dari penduduk pribumi
di koloni-koloni pedagang muslim itu.
Ketika Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan
kepercayaan seperti animisme, dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut
oleh bangsa Indonesia bahkan dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah
berdiri kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan
Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan
Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya. Namun Islam datang ke wilayah-wilayah
tersebut dapat diterima dengan baik, karena Islam datang dengan membawa
prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada kasta),
menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk kedalam
Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak ada
paksaan.
Islam masuk di Indonesia melalui berbagai cara.
Islam masuk di Indonesia melalui berbagai cara.
1. Jalur perdagangan
Jalur ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama
menjalin kontak dagang dengan orang Arab Apalagi setelah berdirinya kerajaan
Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka
makin ramailah para ulama dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia).
Disamping mencari keuntungan duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani
yaitu dengan menyiarkan Islam. Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama
Islam.
2. Cultural
Artinya penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan
media-media kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di
pulau jawa. Misalnya Sunan Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia
mengembangkan wayang kulit, mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran
Islam. Sunan Muria dengan pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut
masih digunakan dan digemari masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai
sekarang. Sedang Sunan Giri menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti
jalungan, jamuran, ilir-ilir dan cublak suweng dan lain-lain.
3. Pendidikan
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
paling strategis dalam pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig
yang menyebarkan Islam diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren
tersebut. Datuk Ribandang yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan
Timur adalah keluaran pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar
ke pulau-pulau seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa
Tenggara. Dan sampai sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam
memerankan kendali penyebaran Islam di seluruh Indonesia.
4. Kekuasaan politik
Artinya penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari
dukungan yang kuat dari para Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak,
merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga
raja-raja lainnya di seluruh Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan
melakukan hal yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para
Sultan di seluruh Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong
menolong dalam melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal
bakal tumbuhnya negara nasional Indonesia dimasa mendatang.[6]
Bukti-bukti
awal proses penyebaran agama Islam dapat kita temukan
dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk tulisan, catatan perjalanan dari
bangsa asing, maupun bukti-bukti fisik berupa batu nisan. Beberapa berita
dari bangsa asing yang menunjukkan awal Islamisasi di Indonesia antara lain:
dalam berbagai bentuk, baik dalam bentuk tulisan, catatan perjalanan dari
bangsa asing, maupun bukti-bukti fisik berupa batu nisan. Beberapa berita
dari bangsa asing yang menunjukkan awal Islamisasi di Indonesia antara lain:
a. Hikayat Dinasti Tang di Cina.
Hikayat ini mencatat, terdapat orangorang
Ta Shih yang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan
Ho Ling yang diperintah oleh Ratu Sima (675 M) Ta Shih ditafsirkan
oleh para ahli yaitu bangsa Arab. Berdasarkan hikayat ini dapat disimpulkan
bahwa Islam datang ke Indonesia bukan pada abad ke-12 M, melainkan
pada abad ke-7 M dan berasal dari Arab langsung, bukan dari Gujarat
India.
Ta Shih yang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan
Ho Ling yang diperintah oleh Ratu Sima (675 M) Ta Shih ditafsirkan
oleh para ahli yaitu bangsa Arab. Berdasarkan hikayat ini dapat disimpulkan
bahwa Islam datang ke Indonesia bukan pada abad ke-12 M, melainkan
pada abad ke-7 M dan berasal dari Arab langsung, bukan dari Gujarat
India.
b. ‘Aja’ib Al Hind , yaitu sebuah kitab
yang ditulis oleh Buzurg bin
Shahriyar sekitar tahun 390 H/1000 M berbahasa Persia. Mencatat
adanya kunjungan pedagang muslim ke kerajaan Zabaj. Setiap orang
muslim, baik pendatang maupun lokal, ketika datang ke kerajaan ini
harus bersila . Kitab ini mengisyaratkan adanya komunitas muslim lokal
pada masa kerajaan Sriwijaya. Kata Zabaj diidentikan dengan kata
Sriwijaya.
Shahriyar sekitar tahun 390 H/1000 M berbahasa Persia. Mencatat
adanya kunjungan pedagang muslim ke kerajaan Zabaj. Setiap orang
muslim, baik pendatang maupun lokal, ketika datang ke kerajaan ini
harus bersila . Kitab ini mengisyaratkan adanya komunitas muslim lokal
pada masa kerajaan Sriwijaya. Kata Zabaj diidentikan dengan kata
Sriwijaya.
c. Marcopolo seorang pedagang dari Vene
ia yang melakukan perjalanan
pulang dari Cina menuju Persia, sempat singgah di Perlak pada tahun
1292. Menurutnya, Perlak merupakan kota Islam, sedangkan dua tempat
di dekatnya, yang disebutnya Basma dan Samara bukanlah kota Islam.
Di Perlak (Peureula) ia menjumpai penduduk yang memeluk Islam, dan
juga banyak pedagang Islam dari India yang giat menyebarkan Islam.
pulang dari Cina menuju Persia, sempat singgah di Perlak pada tahun
1292. Menurutnya, Perlak merupakan kota Islam, sedangkan dua tempat
di dekatnya, yang disebutnya Basma dan Samara bukanlah kota Islam.
Di Perlak (Peureula) ia menjumpai penduduk yang memeluk Islam, dan
juga banyak pedagang Islam dari India yang giat menyebarkan Islam.
d. Ibn Batutah seorang musafir dari
Maroko, dalam perjalanannya ke dan
dari India pada tahun 1345 dan 1346, singgah di Samudera. Di sini
ia mendapati bahwa penguasanya adalah seorang pengikut ma hab Syafi i.
Hal ini menegaskan bahwa keberadaan ma hab ini sudah berlangsung
sejak lama, yang kelak akan mendominasi Indonesia, walaupun ada
kemungkinan bahwa ketiga ma hab Sunni lainnya (Hanafi, Maliki, dan
Hambali) juga sudah ada pada masa-masa awal berkembangnya Islam.
dari India pada tahun 1345 dan 1346, singgah di Samudera. Di sini
ia mendapati bahwa penguasanya adalah seorang pengikut ma hab Syafi i.
Hal ini menegaskan bahwa keberadaan ma hab ini sudah berlangsung
sejak lama, yang kelak akan mendominasi Indonesia, walaupun ada
kemungkinan bahwa ketiga ma hab Sunni lainnya (Hanafi, Maliki, dan
Hambali) juga sudah ada pada masa-masa awal berkembangnya Islam.
Bukti-bukti
fisik atau artefak yang menunjukkan awal Islamisasi di Indonesia
yaitu antara lain:
yaitu antara lain:
a. Batu nisan bertuliskan huruf Arab
ditemukan di Leran, Gresik. Batu nisan
ini memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama
Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M).
ini memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama
Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M).
b. Di Sumatra (di pantai timur laut
Aceh utara) ditemukan batu nisan Sultan
Malik al-saleh yang berangka tahun 696 Hijriah (1297 M).
Malik al-saleh yang berangka tahun 696 Hijriah (1297 M).
c. Serangkaian batu nisan yang sangat
penting ditemukan di kuburan-kuburan
di Jawa Timur, yaitu di Trowulan dan Troloyo, dekat situs istana Majapahit.
Batu nisan itu menunjukkan makam-makam orang muslim, namun lebih
banyak menggunakan angka tahun Saka India dengan angka Jawa Kuno
daripada tahun Hijriah dan angka Arab. Batu nisan yang pertama ditemukan
di Trowulan memuat angka tahun 1290 Saka (1368-1369 M). Di Troloyo
ada batu-batu nisan yang berangka tahun antara 1298 1533 Saka
(1376 1611 M). Batu-batu nisan ini memuat ayat-ayat Al-Qur an.
di Jawa Timur, yaitu di Trowulan dan Troloyo, dekat situs istana Majapahit.
Batu nisan itu menunjukkan makam-makam orang muslim, namun lebih
banyak menggunakan angka tahun Saka India dengan angka Jawa Kuno
daripada tahun Hijriah dan angka Arab. Batu nisan yang pertama ditemukan
di Trowulan memuat angka tahun 1290 Saka (1368-1369 M). Di Troloyo
ada batu-batu nisan yang berangka tahun antara 1298 1533 Saka
(1376 1611 M). Batu-batu nisan ini memuat ayat-ayat Al-Qur an.
d. Sebuah batu nisan muslim kuno yang
bertarikh 822 H (1419 M) ditemukan
di Gresik (Jawa Timur). Batu nisan ini menjadi tanda makam Syekh
Maulana Malik Ibrahim. Bentuk batu nisan makam Maulana Malik
Ibrahim (822 H/1419M), di Gresik Jawa Timur, memiliki kesamaan dengan
bentuk batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat India. Diperkirakan
batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat ke Wilayah Nusantara yang
beriringan dengan penyebaran Islam.[7]
di Gresik (Jawa Timur). Batu nisan ini menjadi tanda makam Syekh
Maulana Malik Ibrahim. Bentuk batu nisan makam Maulana Malik
Ibrahim (822 H/1419M), di Gresik Jawa Timur, memiliki kesamaan dengan
bentuk batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat India. Diperkirakan
batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat ke Wilayah Nusantara yang
beriringan dengan penyebaran Islam.[7]
Beberapa faktor yang mempermudah
perkembangan Islam di Indonesia antara lain sebagai berikut.
a. Dalam ajaran agama Islam tidak dikenal adanya
perbedaan golongan dalam masyarakat. Masyarakat mempunyai kedudukan yang sama
sebagai Hamba Allah. Walaupun demikian, ajaran agama Islam kurang meresap di
kalangan Istana, hal ini dibuktikan dengan masih adanya praktek-praktek
feodalisme khususnya di lingkungan keraton Jawa.
b. Agama Islam cocok dengan jiwa pedagang. Dengan memeluk
Islam maka hubungan di antara para pedagang semakin bertambah erat, sesuai
dengan ajaran Islam yang menyatakan bahwa setiap orang itu bersaudara.
c. Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah memberi peluang
untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain. Dengan pendekatan yang tepat, maka
bangsa Indonesia dengan mudah dapat menerima ajaran agama Islam.
d. Islam dikembangkan dengan cara damai. Pendekatan secara
damai akan lebih berhasil dibandingkan secara paksa dan kekerasan.
B. Pendidikan islam pada masa permulaan
Pendidikan Islam di Indonesia pada masa awalnya bersifat
informal, yakni melalui interaksi inter-personal yang berlangsung dalam
berbagai kesempatan seperti aktivitas perdagangan. Da’wah bil hal atau
keteladanan. Pada konteks ini mempunyai pengaruh besar dalam menarik perhatian
dan minat seseorang untuk mengkaji atau memeluk ajaran Islam. Selanjutnya,
ketika agama ini kian berkembang, system pendidikan pun mulai berkembang :
a. System pendidikan langgar
Di tiap-tiap desa yang penduduknya telah menjadi muslim
umumnya didirikan langgar atau masjid. Fasilitas tersebut bukan hanya sebagai
tempat shalat saja, melainkan juga tempat untuk belajar membaca al-Qur’an dan
ilmu-ilmu keagamaan yang bersifat elementer lainnya. Pendidikan di langgar di
mulai dari mempelajari abjad huruf Arab (hijaiyah) atau kadang-kadang langsung
mengikuti guru dengan menirukan apa yang telah dibaca dari kitab suci
al-qur;an.pendidikan di langgar di kelolah oleh seorang petugas yang disebut
amil, modil, atau lebai (di sumatera) yang mempunyai tugas ganda, disamping
memberikan do’a pada waktu upacara keluarga atau desa, juga berfungsi sebagai
guru. Pelajaran biasanya diberikan pada tiap pagi atau petang hari, satu sampai
dua jam. Pelajaran memakan waktu selama beberapa bulan, tetapi pada umumnya
sekitar satu tahun.[8]
Metode pembelajaran adalah murid duduk bersila dan guru pun
duduk bersila dan murid belajar pada guru seorang demi seorang. Satu hal yang
masih belum dilaksanakan pada pengajaran al-qur’an di langgar, dan ini
merupakan kekurangannya adalah tidak diajarkannya menulis huruf Al-qur’an
(huruf arab), dengan demikian yang ingin dicapainhanya membaca semata. Padahal
menurut metode baru dalam pengajaran menulis, seperti halnya yang dikembangkan
sekarang dengan metode iqra’, dimana tidak hanya kemampuan membaca yang
ditekankan, akan tetapi dituntut juga penguasaan si anak di dalam menulis. [9]
Pengajaran al-qur’an pada pendidikan langgar dibedakan
kepada dua macam, yaitu :
a) Tingkatan rendah : merupakan
tingkatan pemula, yaitu mulainya mengenal huruf al-qur’an sampai bias
membacanya, diadakan pada tiap-tiap kampong, dan anak-anak hanya belajar pada
malam hari dan pagi hari sesudah sholat shubuh
b) Tingkatan atas, pelajarannya selain
tersebut diatas, ditambah lagi pelajaran lagu, qasidah, berzanji, tajwid serta
mengaji kitab perukunan.[10]
Adapun
tujuan pendidikan dan pengajaran di langgar adalah agar anak didik dapat
membaca al-qur’an dengan berirama dan baik, tidak dirasakan keperluan untuk
memahami isinya.
Mereka
yang kemudian berkeinginan melanjutkan pendidikannya setelah memperoleh bekal
cukup dari langgar/masjid di kampungnya, dapat masuk ke pondok pesantren.
b. System Pendidikan Pesantren
Secara tradisional, sebuah pesantren identik dengan kyai
(guru/pengasuh), santri (murid), masjid, pemondokan (asrama) dan kitab kuning
(referensi atau diktat ajar). Sistem pembelajaran relatif serupa dengan sistem
di langgar/masjid, hanya saja materinya kini kian berbobot dan beragam, seperti
bahasa dan sastra Arab, tafsir, hadits, fikih, ilmu kalam, tasawuf, tarikh dan
lainnya. Di pesantren, seorang santri memang dididik agar dapat menjadi seorang
yang pandai (alim) di bidang agama Islam dan selanjutnya dapat menjadi
pendakwah atau guru di tengah-tengah masyarakatnya.
Tujuan terbentuknya pondok pesantren adalah :
a. Tujuan umum
Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang
berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi muballigh
Islam dalam masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya
b. Tujuan khusus
Mempersiapkan satri untuk menjadi orang yang alim dalam ilmu
agama yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam
masyarakat. [11]
Pesantren
merupakan pranata pendidikan tradisional yang di pimpin oleh kiai atau ulama’.
Di pesantren inilah para santri dihadapkan dengan berbagai cabang ilmu agama
yang bersumber dari kitab-kitab kuning. Pemahaman dan penghafalan terhadap
al-qur’an dan hadits merupakan syarat mutlak bagi para santri. [12]
Di
dalam komplek pesantren terdapat tempat kediaman para guru beserta keluarganya
dengan semua fasilitas rumah tangga dan tidak ketinggalan masjid yang
dipelihara bersama. Pendidikan dan pengajaran di langgar dan pesantren terdapat
di jawa. Di sumatera terdapat penggabungan antara dua system tersebut.
Pesantren di jawa dapat di pisahkan menjadi 5 elemen dasar, yaitu: Pondok,
Masjid, Kiai, dan pengajaran buku-buku Islam Klasik.
Sebagai
lembaga pendidikan Islam yang termasuk tertua, sejarah perkembangan pondok
pesantren memiliki model-modelyang bersifat nonklasik, yaitu model system
pendidikan dengan metode pengajaran wethonan dan sorogan. Di jawa barat, metode
tersebut diistilahkan dengan “Bendongan”, sedangkan di sumatera digunakan
istilah halaqoh.[13]
a. Metode Wetonan (Halaqoh)
Metode yang didalamnya terdapat seorang kiai yang membacakan
suatu kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama,
lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan kiai. Metode ini dapat dikatakan
sebagai proses belajar mengajar secara kolektif.[14]
b. Metode Sorogan
Metode yang santrinya cukup pandai men “sorog” kan
(mengajukan) sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapannya, kesalahan
dalam bacaannya itu langsung dibenarkan oleh kiai. Metode ini dapat dikatakan
sebagai proses belajar mengajar individual.[15]
Dan sebagai karakteristik khusus dalam pondok pesantren adalah isi kurikulum
yang dinuat terfokus padalima agama, misalnya ilmu sintaksis Arab, Morfologi,
Hadits, Tafsir, Al-qur’an, Theology Islam, Tasawwuf, Tarikh dan Retorika.[16]
Dengan
system pondok pesantren tumbuh dan berkembang di mana-mana, yang ternyata
mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha mempertahankan eksistensi
umat islam dari serangan dan penindasan fisik dan mental kaum penjajah beberapa
abad lamanya. Pesantren yang pada mulanya berlangsung secara sederhana,
ternyata cukup berperan dan banyak mewarnai perjalanan Sejarah pendidikan islam
Di Indonesia, serta banyak melahirkan tokoh-tokoh terkenal.
Ketika
kekuasaan politik Islam semakin kokoh dengan munculnya kerajaan-kerajaan Islam,
pendidikan semakin meroleh perhatian. Contoh paling menarik untuk disebutkan
adalah sistem pendidikan Islam yang tampak telah terstruktur dan berjenjang di
kerajaan Aceh Darussalam (1511-1874). Secara formal, kerajaan ini membentuk
beberapa lembaga yang membidangi masalah pendidikan dan ilmu pengetahuan,
yaitu:
1. Balai Seutia Hukama (lembaga
ilmu pengetahuan)
2. Balai Seutia Ulama (jawatan
pendidikan dan pengajaran)
3. Balai Jamaah Himpunan Ulama
(kelompok studi para ulama dan sarjana pemerhati pendidikan).
Adapun
jenjang pendidikannya dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Meunasah (madrasah), berada di
tiap kampung. Disini diajarkan materi elementer seperti: menulis dan membaca
huruf hijaiyah, dasar-dasar agama, akhlak, sejarah Islam dan bahasa Jawi/Melayu
2. Rangkang (setingkat MTs), berada di
setiap mukim. Disini diajarkan Bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung
(hisab), akhlak, fikih dan lain-lain
3. Dayah (setingkat MA), berada
di setiap ulebalang. Materi pelajarannya meliputi: fikih, Bahasa Arab, tawhid,
tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/tata negara, ilmu pasti dan faraid
4. Dayah Teuku Cik (setingkat
perguruan tinggi atau akademi), yang di samping mengajarkan materi-materi
serupa dengan Dayah tetapi bobotnya berbeda, diajarkan pula ilmu mantiq, ilmu
falaq dan filsafat.[17]
Sultan Mahdum Alauddin Muhammad Amin ketika memerintah kerajaan Perlak
(1243-1267 M) disebutkan pernah mendirikan majelis ta’lim tinggi, semacam
lembaga pendidikan tinggi yang dihadiri oleh para murid yang sudah mendalam
ilmunya untuk mengkaji beberapa kitab besar semacam al-Umm karangan Imam
Syafi’i. Pembiayaan pendidikan pada masa- tersebut berasal dari kerajaan.
Tetapi perlu dicatat disini bahwa hal ini sangat tergantung pada kondisi
kerajaan dan faktor siapa yang sedang menjadi raja.
BAB III
KESIMPULAN
Islam
masuk di Indonesia melalui berbagai cara.
1.
Jalur perdagangan
2.
Cultural
3.
Pendidikan
4.
Kekuasaan politik
Pendidikan
Islam di Indonesia pada masa awalnya bersifat informal, yakni melalui interaksi
inter-personal yang berlangsung dalam berbagai kesempatan seperti aktivitas
perdagangan. Da’wah bil hal atau keteladanan. Selanjutnya, ketika agama ini
kian berkembang, di tiap-tiap desa yang penduduknya telah menjadi muslim
umumnya didirikan langgar atau masjid. Fasilitas tersebut bukan hanya sebagai
tempat shalat saja, melainkan juga tempat untuk belajar membaca al-Qur’an dan
ilmu-ilmu keagamaan yang bersifat elementer lainnya.
Dan
pada saat kekuasaan politik Islam semakin kokoh dengan munculnya
kerajaan-kerajaan Islam, pendidikan semakin meroleh perhatian. Contoh paling
menarik untuk disebutkan adalah sistem pendidikan Islam yang tampak telah
terstruktur dan berjenjang di kerajaan.
Sumber
: http://avina-izza.blogspot.com/2011/05/makalah-sejarah-pendidikan-islam.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar